Sang penyihir terbakar amarah di hadapan cahaya cinta abadi antara Gabriel dan Vanessa.

Sang penyihir terbakar amarah di hadapan cahaya cinta abadi antara Gabriel dan Vanessa.
Kisah ini mempunyai pesan yang dalam: Kebahagiaan orang yang baik adalah kesedihan orang yang buruk, oleh karena itu tidak semua orang akan berbahagia saat menghadapi penghakiman Ilahi, karena Tuhan tidak akan memihak semua orang karena Tuhan tidak mencintai semua orang. Jika Alkitab dalam beberapa bagian mengatakan sebaliknya, itu karena si jahat telah memalsukan perkataan orang baik: Yesaya 65:13 Oleh karena itu beginilah firman Tuhan Allah: Lihatlah, hamba-hamba-Ku akan makan, dan kamu akan lapar; lihatlah, hamba-hamba-Ku akan minum, dan kamu akan haus; lihatlah, hamba-hamba-Ku akan bersukacita, dan kamu akan mendapat malu; 14 Lihatlah, hamba-hamba-Ku akan bernyanyi karena sukacita hati, dan kamu akan menangis karena kesedihan hati, dan kamu akan meratap karena patah semangat.
 
Penyihir kesal dengan cinta abadi Gabriel dan Vanessa.
Vanessa berusia 22 tahun ketika bertemu dengan Gabriel, seorang pria dewasa berusia 49 tahun, dengan kedalaman matanya yang seolah berisi cerita dari beberapa kehidupan. Meski sama-sama berada di jalur yang berbeda, namun keterhubungan di antara mereka tak terbantahkan, arus sunyi yang seolah selalu mendekatkan mereka. Gabriel tinggal bersama ibu dari putranya yang berusia 10 tahun, namun tidak ada ikatan cinta di antara mereka, yang ada hanyalah hidup berdampingan dengan penuh hormat dan sejarah bersama. Namun, Gabriel tetap menjaga jarak dengan Vanessa, tidak ingin melewati batas yang dapat menyakiti putranya atau membuat ibu anak tersebut tidak nyaman.
 
Minggu-minggu berlalu, lalu berbulan-bulan, dan Vanessa tidak bisa berhenti memikirkannya. Dia telah berusaha menjaga jarak, tapi suatu malam dia memutuskan dia tidak bisa mengabaikan apa yang dia rasakan lagi. Dia mengumpulkan keberaniannya dan pergi mencarinya, dan dalam percakapan yang jujur ​​​​dan tulus, dia mengakui perasaannya.
 
Gabriel mendengarkannya dalam diam, wajahnya menunjukkan campuran keterkejutan dan kegembiraan. Akhirnya, dia tersenyum manis padanya dan berkata, “Saya senang Anda melihat bahwa saya memiliki masa depan, meskipun usia saya sudah tua.” Itu adalah awal dari sesuatu yang luar biasa, sebuah hubungan yang akan segera menjadi begitu kuat sehingga tidak ada yang bisa menghancurkannya.
 
Seiring berlalunya waktu, apa yang awalnya merupakan cinta yang dalam dan tenteram menjadi hubungan yang tampaknya menentang hukum waktu. Gabriel, bukannya menua, malah mulai meremajakan. Vanessa yang terkejut sekaligus takjub tidak mengerti apa yang terjadi, dan dia juga tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Seiring berjalannya waktu, mereka berdua mulai menyadari bahwa Vanessa pun tampak tidak menua. Suatu hari, tanpa sepenuhnya memahaminya, mereka berdua bercermin dan memperhatikan bahwa mereka berdua tampak seperti berusia 22 tahun.
 
Transformasi ini membawa mereka pada kehidupan yang mengembara dan misterius, berpindah dari kota ke kota, mengadopsi identitas baru, bersembunyi dari orang-orang yang mungkin mempertanyakan rahasia mereka. Vanessa, yang selalu penasaran, mencoba memahami bagaimana Gabriel bisa mengantisipasi peremajaan dalam hidupnya, mengingat lelucon dan komentarnya tentang masa muda.
 
Akhirnya, setelah 27 tahun bersama, dia memutuskan untuk bertanya padanya. Meski kenyataannya Gabriel berusia 76 tahun dan Vanessa 49 tahun, keduanya tampak muda dan penuh kehidupan. Menatap mata Vanessa, Gabriel mengaku, “Saya tidak tahu bagaimana hal itu terjadi. Aku hanya ingat suatu malam, setelah melihatmu pertama kali, aku sangat berharap bisa selalu menemani dan melindungimu. Aku ingin cinta kita tidak dibatasi oleh waktu dan cukup kuat untuk berada di sisimu selamanya. Itu adalah keinginan yang tulus, dan Tuhan, dengan kebaikan-Nya yang tak terbatas, mengabulkan keinginan saya.”
(Gbr.1)
 
Vanessa tersenyum, merasakan kedamaian yang mendalam. Namun, pada saat itu, sebuah suara yang mengganggu memecah kesunyian, disusul dengan suara yang spektral dan memilukan. Saat berbalik, mereka berdua melihat seorang wanita yang tampak menakutkan, dengan kulit kurus dan memerah dipenuhi belatung, dilalap api seolah-olah neraka sedang melahapnya.
 
“Apakah kamu menginginkan ini juga, Gabriel?” sosok itu bertanya, dengan nada pahit dan dendam.
(Gbr.2)
Gabriel mengerutkan kening, mencoba mengenalinya, dan akhirnya, dengan campuran rasa tidak percaya dan jijik, dia bertanya, “Siapa kamu?”
 
Sosok itu tersenyum pahit dan menjawab, “Saya Sandra. “Sekarang kamu tahu siapa aku.”
 
Pengakuan menyinari mata Gabriel, tapi ekspresinya tetap tegas. Dengan suara yang jelas, dia menjawab: “Keinginan saya adalah keadilan. Jika sudah menemukan hukuman, itu karena memang seharusnya begitu. Jika pahalaku adalah keabadian bersama Vanessa, itu karena cinta sejati yang membimbingku untuk memintanya.”
 
Vanessa sambil meremas tangan Gabriel, memandang Sandra dengan tenang dan menambahkan: “Cinta ini mendapat perlindungan dari Tuhan, dan tidak ada yang bisa menghancurkannya.”
(Gbr. 3)
Sosok Sandra memudar dalam gema ratapan, sementara pasangan itu dibiarkan dalam kedamaian, mengetahui bahwa baik waktu maupun bayang-bayang masa lalu tidak dapat mengambil anugerah yang telah Tuhan berikan kepada mereka.
(Gbr. 4)
Baca selengkapnya di artikel ini dalam bahasa Spanyol:
 
(1)
La profecia de la inmortalidad y el rejuvenecimento - la-vida-eterna-para-los-justos-mateo-25-juicio-de-las-naciones (1)
(2)
Gabriel and Vanessa - Followed by Sandra
(3)
Captura de pantalla 2024-11-09 192654
(4)
El infierno preparado para El Diablo (Zeus Atena y sus angeles)